Arsip Tag: trekking gunung

Musnahkan Vandalisme yang Hobi Coret Batu Gunung

Pagi hari kami bangun secara perlahan. Sinar matahari khas pagi hari menyusup sedikit demi sedikit dibalik tebalnya sleeping bag kami. Aku ternganga dengan pemandangan disekitarku saat itu. Pegunungan yang terlihat samar semalam sekarang menyapa dengan gagahnya didepan mataku. Panorama desa sembalun indahnya memang luar biasa. Bukit-bukit menjulang tinggi mengitarinya. Sapaan warga setempat yang terkenal ramah pun tak kalah hangat menyambut kami. Seolah-olah ini merupakan sambutan bagi kami “SELAMAT DATANG DI RINJANI”. Sekali lagi saya semakin dibuatnya bergairah. Sakit yang ku derita kemarin seolah lenyap seketika. Petualangan pun dimulai.

Setinggi-tingginya puncak saya selalu berharap lebih tinggi semangat ini. Mendaki bukan ajang untuk menantang alam dan menguji kekuatan diri sendiri. Mendakilah agar kalian tahu alam ini bisa jadi sahabat sejati. Mendakilah untuk mengetahui bahwa kekuatan yang paling kuat ternyata berasal dari semangat, mimpi dan sikap rendah hati. Bijaklah ketika mendaki, hargai alam dan tetap peduli kepada sesama pendaki, bukan hanya kepada rekan sendiri.

Alam merupakan guru yang luar biasa. Pelajaran dari hal terkecil sampai yang paling besar saya dapatkan tak sengaja disini. Langkah demi langkah penuh arti terangkai jelas disini. Untuk itu saya ingin berterima kasih dengan alam atas pelajarannya yang tidak dapat saya cari di bangku sekolah dan kuliah sekalipun. Maka dari itu, vandalisme yang masih ada sampai saat ini saya harap dapat berkurang. Tidak ada faedah sama sekali untuk mencoret – coret batu. Hargailah alam yang telah memberikan kita kehidupan.

Jadi inget kata temen baru di Papandayan kemaren, bu Guru yang kebetulan juga menggilai dunia pendakian. “Mas Aris, Gunung apa yang paling berkesan?” Tanyanya. Dengan penuh semangat sangat saya menjawab “Pendakian Gunung Slamet 1,5 tahun yang lalu yang gagal ditengah jalan”, bukan karena di Gunung ini pemandangannya indah, tapi di Gunung ini saya benar-benar belajar yang namanya ‘kebersamaan, kesombongan, dan tanggung jawab’. Pelajaran yang paling membekas bagi saya ketika mendaki gunung selama ini.

Pembelajaran yang Dapat Dipetik Pada Saat Mendaki Gunung

Diperjalanan kemaren gue sadar betul, ternyata yang bikin kita susah bergerak untuk maju itu adalah ketakutan yg ada dalam pikiran kita sendiri. Panjang cerita, sebelum memulai perjalanan kemaren gue memang hampir ragu untuk melanjutkan berangkat, terutama pas febrian batal berangkat, membayangkan akan terbang sendiri ke Kathmandu itu bukan hal yg bikin gue nyaman. Beruntung tiba di Kathmandu semuanya nyaman, ada galang partner perjalanan yg easy going banget, kemanapun hayuweh

Part kedua adalah dimana gue itu emang udah males berhubungan dengan keruwetan transportasi disini, pas mutusin buat naik pesawat dari pada naik bus biar lebih efisien dan nyaman (gue pernah nyoba naik bus turis disini, nyaman banget, dan pulangnya naik bus lokal, petaka banget sebus sama kandang ayam), tapi kenyataannya malah kena delay lama banget hampir 9 jam, mulai lah tuh perasaan gue grasak grusuk, bahkan sempat dalam hati mau batalin perjalanan ini mending balik ke Indo atau cari tempat lain aja buat New Year. Tapi tiba-tiba Tuhan berencana baik, pesawat gue tetap bisa berangkat terbang

Part ketiga, di Pokhara, yang semangat tadinya mulai menciut makin menciut jadinya, tadinya mau bawa keril sendiri jadi milih pake porter, yang tadinya mau 6 hari trekking jadinya 5 hari aja, bahkan berubah di detik2 terakhir pengen pulang mutusin sewa helikopter aja udah nggak mau capek lagi. Selama diperjalanan itu untungnya masih enjoy banget, karena emang udah lama nggak naik gunung dan kangen suasananya, tapi tetap ada ketakutan-ketakutan dimana gue nggak siap buat keluar dari zona nyaman gue. Mikirnya “duh nanti tidurnya dingin banget” “duh nantinya makanan gak enak terus diatas nanti” “duh nanti capeknya banget banget melewati tangga disana” “duh nanti kan ke ABC kena AMS lagi setengah mati” dan banyak banget ketakutan gue lainnya, padahal dulu nggak begini. Gue sadar betul, zona nyaman gue makin meluas dari hari ke hari, sudah terlalu lama juga nggak menantang diri. Tapi di akhir perjalanan ini gue sadar, ternyata semuanya itu cuma ada di pikiran gue,

Ketika dijalanin ya gue tetap bisa ngelewatinnya. Ngeluh? Wajar, asal gak langsung menyerah dan tetap mau usaha!